Kisah ini adalah testimoni atau kisah
pribadi yang dialami ketika bersama Pak AR Fachrudin yang di share
kepada kita agar kita meneladani sikap beliau, sebuah kisah nyata tentang Pak AR dan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang saya dengar
langsung dari pelaku sejarahnya. Sekitar tahun 89 akhir anak-anak
mahasiswa UMY kampus lapangan Asri menyelenggarakan acara Ramadhan di
kampus, salah satu acaranya kuliah subuh. Pagi itu gilirannya pak AR
untuk mengisi kuliah subuh sekitar pukul 03.30. Salah seorang panitia
sekaligus aktifis IPM dan IMM sudah siap menjemput ke rumah pak AR di
jalan Cik Di Tiro (sekarang kantor PP). Setelah menunggu sekian lama
ternyata sopir yang akan menjemput Pak AR tidak datang karena kunci mobil
yang akan digunakan menjemput tidak ketemu.
Panitia memutuskan
ceramah pak AR ditunda di hari lain karena tidak ada mobil untuk
menjemput pak AR. Akhirnya anak muda tadi naik sepeda dari kampus UMY ke
rumah Pak AR di Cik Di Tiro dengan tujuan sowan pak AR untuk
memberitahu bahwa kuliah subuh pak AR ditunda pada hari lain. Dengan
penuh semangat, sepeda dikayuh menuju Cik Di Tiro. Keringat bercucuran,
sekitar 30 menit kemudian, anak muda mahasiswa UMY tersebut sampai di
rumah Pak AR. Dengan nafas tersengal-sengal, sepeda distandarkan,
kemudian mengetuk rumah pak AR dengan mengucapkan salam,
"Assalamualaikum pak", Pak AR langsung menjawab dari dalam rumah,
"Waalaikumsalam Wr. Wb".
Ternyata Pak AR sudah lama menunggu
jemputan panitia dan siap berangkat. Begitu melihat ada mahasiswa UMY
datang, Pak AR langsung berkata, "ayo mas, kita berangkat". Anak muda
tadi jadi bingung dan berkata, "Mohon maaf Pak AR, saya kesini
ditugaskan untuk menyampaikan pada Bapak, bahwa jadwal kuliah subuh
bapak diganti ke hari lain dikarenakan sopir yang mau menjemput bapak
tidak datang karena kunci mobilnya belum ketemu.
Kemudian pak AR
bertanya, "Panjenengan tadi ke sini nitih menopo?" anak muda tadi
menyahut, "ngangge sepeda pak". Pak AR ngendiko, "oooww,, ya sudah,
kuliah subuhnya tidak usah diganti hari lain, pun nggo sakniki ten
kampus UMY ngangge sepeda jenengan mawon. Kula mbonceng jenengan." Anak
muda tadi tambah bingung, kemudian berkata, "Mohon maaf pak, tidak
mungkin bapak saya bonceng naik sepeda ke UMY, jauh, dan bagaimana
dengan bapak, lebih baik kuliah subuh pak AR di lain hari saja.
Di fikiran anak muda ini berkecamuk bayangan ,"Pak AR kan ketua umum
Muhammadiyah, sudah sepuh, bagaimana mungkin mbonceng sepeda dari Cik Di
Tiro ke Kampus UMY Lapangan Asri?" Ketika hatinya sedang gundah,
tiba-tiba Pak AR ngendiko, "Monggo mas, kita berangkat, nanti kuliah
subuhnya terlambat". Akhirnya anak muda tadi tidak kuasa menolak
permintaan pak AR dan segera menyiapkan sepedanya.
Di pagi buta
itu, dalam dinginnya udara Yogyakarta, akhirnya anak muda itu
membonceng Pak AR dengan sepeda ontel dari Cik Di Tiro ke kampus UMY
Asri. Sepeda ontel yang sangat ringkih terasa seperti motor dan tubuh
pak AR yang besar terasa ringan. Ia boncengkan pak AR dengan sepenuh
hati dan semangat. Kayuhan demi kayuhan pedal sepeda dia genjot, matanya
berkaca-kaca. Buliran demi buliar air mata menetes bercampur keringat.
Anak muda itu terharu, Pak AR ketua umum PP Muhammadiyah bersedia
dibonceng sepeda untuk mengisi kuliah subuh di UMY.
Akhirnya
Pak AR sampai di UMY dan kuliah subuh tetap berlangsung sesuai jadwal.
Bagi anak muda ini, peristiwa ini akan diingat seumur hidup dan
kerendahatian pak AR telah menyentuh hatinya untuk menjadi kader
Muhammadiyah sampai akhir hayatnya. Akhlak Pak AR yang sangat mulia jauh
lebih menyentuh hatinya dibanding puluhan acara perkaderan yang pernah
ia ikuti. Anak muda itu akhirnya sempat menjadi ketua umum DPP IMM dan
sekarang aktif di MPM PP Muhammadiyah. Syahril Syah namanya, sekarang
tinggal di Cibinong.
0 komentar:
Posting Komentar